Oleh: Purwanto Waluyo dan Agus
Pamungkas
ABSTRAKSI
Fenomena dalam bisnis produk handphone akhir-akhir ini
adalah semakin banyak merek handphone di pasar dan pengembangan produk yang
semakin cepat, terutama bentuk, ukuran dan fasilitasnya. Hal tersebut dapat
mendorong konsumen untuk berganti-ganti merek. Penelitian ini ingin mengetahui
bagaimana pengaruh prior experience, product knowledge, satisfaction, retailer
search dan media search terhadap pembentukan consideration set size konsumen
dan switching behavior dalam pembelian produk handphone. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa hampir semua variabel independent berpengaruh signifikan
positif terhadap variabel dependent, kecuali variabel pengetahuan produk dan
kepuasan berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat pencarian media.
Keywords: high involvement, consideration set, prior
experience, product knowledge, satisfaction, media search, retailer search and
switching behavior.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan bisnis handphone akhir-akhir ini telah
menunjukkan suatu gejala, yaitu semakin banyak dan beragamnya produk handphone
yang ditawarkan oleh perusahaan dan pengembangan produk handphone yang semakin
cepat. Pengembangan produk handphone yang cepat tersebut terutama terletak pada
bentuk, ukuran dan fasilitasnya. Semakin lama bentuk handphone semakin menarik,
ukuran semakin kecil dan fasilitas kegunaannya semakin lengkap. Saat ini merek
handphone yang sudah masuk ke Indonesia adalah: Nokia, Samsung, Sony Ericson,
Siemens, LG, Philip, Motorola, Panasonic, GSL, Handspring, Sendo, Asus,
Mitsubishi, dan tiap merek meluncurkan banyak model atau seri yang bervariasi
(Selular, 2003, h. 90). Strategi pengembangan produk tersebut merupakan tujuan
pemasar untuk menciptakan perilaku variety seeking pada diri konsumen.
Variety
seeking adalah perilaku konsumen yang
berusaha mencari keberagaman merek di luar kebiasaannya karena tingkat
keterlibatan beberapa produk rendah. Perilaku variety seeking menurut
Kahn, Kalwani dan Morrison yang dikutip oleh Kahn, (1998, p-46) disebut juga
sebagai kecenderungan individu-individu untuk mencari keberagaman dalam memilih
jasa atau barang pada suatu waktu yang timbul karena beberapa alasan yang
berbeda. Perilaku ini sering terjadi pada beberapa produk, dimana tingkat
keterlibatan produk itu rendah (low involvement). Tingkat keterlibatan
produk dikatakan rendah, apabila dalam proses pembelian produk konsumen tidak
melibatkan banyak faktor dan informasi yang harus ikut dipertimbangkan.
Tujuan
konsumen mencari keberagaman produk ini adalah untuk mencapai suatu sikap
terhadap merk yang favorable. Tujuan lain perilaku variety seeking
konsumen ini dapat berupa hanya sekedar mencoba sesuatu yang baru atau mencari
suatu kebaruan dari sebuah produk. (Kahn, 1995, p.286). Perilaku variety
seeking ini cenderung akan terjadi pada waktu pembelian sebuah produk yang
menimbulkan resiko minimal yang ditanggung oleh konsumen dan pada waktu
konsumen kurang memiliki komitmen terhadap merek tertentu (Assael, 1995 p.20).
Beberapa literatur menyebutkan bahwa perilaku variety seeking ini akan
menimbulkan perilaku brand switching konsumen.
Perilaku
brand switching yang timbul akibat adanya perilaku variety seeking
perlu mendapat perhatian dari pemasar. Perilaku ini tidak hanya cenderung
terjadi pada produk yang memerlukan tingkat keterlibatan yang rendah, akan
tetapi terjadi juga pada produk dengan tingkat keterlibatan tinggi (high
involvement). Tingkat keterlibatan produk dikatakan tinggi, apabila
konsumen melibatkan banyak factor pertimbangan dan informasi yang harus
diperolehnya sebelum keputusan untuk membeli diambil. Termasuk dalam factor
pertimbangan tersebut adalah faktor resiko, yaitu resiko performance,fisik,
keuangan dan waktu.
Perilaku switch yang melibatkan high involvement
ini diantaranya terjadi pada pembelian produk otomotif dan peralatan elektronik
(Sambandam, 1995). Dua macam produk ini termasuk kategori high involvement
dalam proses pembeliannya, yang melibatkan banyak faktor resiko yang harus
dipertimbangkan.
Proses pembelian konsumen yang melibatkan pengambilan keputusan
khususnya dalam kondisi limited decision making, akan memposisikan
konsumen pada situasi untuk berperilaku variety seeking. Pada waktu
tingkat keterlibatan konsumen rendah, konsumen akan cenderung untuk berpindah
merek, mencari merek lain diluar pasar dan situasi ini menempatkan konsumen
dalam sebuah usaha mencari variasi lain.
Dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli produk yang
melibatkan high involvement tersebut, ada empat faktor yang termasuk di
dalam perangkat pertimbangan (consideration set). Pengalaman sebelumnya
(prior experience), pengetahuan tentang produk (product knowledge)
dan kepuasan (satisfaction) dimodel sebagai prior, dan bersama variabel
pencarian media (media search) diharapkan dapat mempengaruhi pembentukan
seperangkat pertimbangan (consideration set) (Sambandam, 1995).
Dalam model ini juga ditunjukkan
bahwa perangkat pertimbangan berpengaruh terhadap keputusan perpindahan secara
langsung dan tidak langsung yang dimotivasi oleh kegiatan pencarian retailer
handphone. Konsumen yang mempunyai banyak pertimbangan terhadap berbagai
alternatif pilihan merek secara langsung dapat beralih merek, atau terlebih
dahulu mengunjungi retail untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
mencoba produk sebelum beralih merek.
Penelitian ini akan menekankan pada ukuran perangkat
pertimbangan yang merupakan faktor penting dalam penelitian perpindahan merek.
Keputusan berpindah merek sepertinya tidak akan terjadi tanpa pertimbangan
adanya ketersediaan dan kemenarikan dari satu alternatif atau lebih.
B. Perumusan Masalah
Proses pembelian konsumen yang melibatkan pengambilan
keputusan, khususnya dalam kondisi limited decision making, akan
memposisikan konsumen pada situasi untuk berperilaku variety seeking.
Pada waktu tingkat keterlibatan konsumen rendah, konsumen akan cenderung untuk
berpindah merek, mencari merek lain diluar pasar dan situasi ini menempatkan
konsumen dalam sebuah usaha mencari variasi lain.
Penelitian ini ingin menguji beberapa faktor yang termasuk
di dalam perangkat pertimbangan (consideration set), seperti: pengalaman
sebelumnya (prior experience), pengetahuan tentang produk (product
knowledge) dan kepuasan (satisfaction) dimodel sebagai prior, dan
bersama variabel pencarian media (media search) diharapkan dapat
mempengaruhi pembentukan seperangkat pertimbangan (consideration set).
Atas dasar hal tersebut maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengaruh prior
experience, product knowledge, satisfaction dan media search terhadap
pembentukan consideration set size konsumen dalam pembelian produk
handphone.
2.
Bagaimana pengaruh consideration-set
size terhadap switching behavior konsumen dalam pembelian produk
handphone.
3.
Bagaimana pengaruh satisfaction
konsumen terhadap switching behavior konsumen dalam pembelian produk
handphone.
4.
Bagaimana pengaruh retailer
search terhadap switching behavior konsumen dalam pembelian produk
handphone.
II.
KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
1. Prior Experience.
Konsumen belajar dari pengalaman
masa lalunya, dan perilaku dimasa depan bisa diprediksi berdasarkan perilaku
masa lalunya itu. Assael (1998) mendefinisikan pembelajaran konsumen sebagai
suatu perubahan dalam perilaku yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman masa
lalunya. Konsumen memperoleh berbagai pengalaman dalam pembelian produk,
mengkonsumsi produk dan merek produk yang disukainya. Konsumen akan
menyesuaikan perilakunya dengan pengalamannya dimasa lalu.
Banyaknya pengalaman konsumen di
masa lalu terhadap merek produk dapat digambarkan dengan banyaknya merek produk
yang pernah dibeli dan dikonsumsi dimasa lalu. Semakin banyak merek produk yang
pernah dibeli dan dikonsumsi dimasa lalu dapat menunjukkan bahwa konsumen sudah
berpengalaman dengan merek-merek tersebut. Hasil belajar dari pengalaman masa
lalunya dengan produk akan memberikan pengetahuan mengenai produk tersebut dan
memberikan kemampuan untuk memilih produk yang lebih memuaskan.
Experience dan product knowledge dimodelkan oleh Srinivasan dan
Ratchford (1991) sebagai variabel yang mendahului consideration set,
yang memberikan basis bagi timbulnya seperangkat merek yang familiar. Engel,
Backwell dan Miniard (1994, h.57) mengatakan bahwa siapa saja yang berusaha
mempengaruhi konsumen sebenarnya sedang mencoba menghasilkan pembelajaran,
yaitu proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap
dan perilaku. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman dapat mengubah pengetahuan.
Sambandam dan Lord (1995); Purwani
dan Dharmmesta (2002) dalam meneliti perilaku beralih merek mobil menemukan
bahwa prior experience berpengaruh positif terhadap product knowledge.
Semakin tinggi pengalaman konsumen dalam pembelian automobile baru dapat
meningkatkan kemampuan konsumen untuk membuat pilihan yang lebih memuaskan
(Sambandam & Lord, 1995, p.62). Dalam penelitian ini, diduga bahwa
meningkatnya pengalaman konsumen terhadap merek–merek handphone yang pernah
dibeli dan dimiliki sebelumnya dapat meningkatkan pengetahuan mereka terhadap
produk tersebut.
H1: Prior Experience berpengaruh
positif terhadap Product Knowledge.
Meningkatnya pengalaman konsumen
pada jangka waktu tertentu menyebabkan konsumen akan lebih mengenal tentang apa
yang dia suka dari produk yang dipilihnya, sehingga dia lebih mampu memilih
produk sesuai yang disukainya. Hal ini sesuai dengan teori La Tour dan Peats
(1979) dalam Sambandam dan Lord (1995, p. 63), bahwa konsumen dengan pengalaman
lebih banyak mempunyai harapan (expectations) yang disesuaikan suatu
waktu terhadap performance dari pembelian yang berikutnya. Sehingga
hasil dari pembelian tersebut dapat lebih memuaskan. Westbrook et al. (1978)
mengatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasn konsumen dapat disebabkan oleh
pengalaman konsumen dalam mengambil keputusan pembelian.
Kepuasan konsumen dengan pengalaman
keputusan pembelian digambarkan sebagai sebuah fungsi dari bagaimana konsumen
merasakan aspek utama dari pengalaman tersebut, yang mungkin memberikan
ketidakpuasan (Menon dan Kahn, 1995). Purwani dan Dharmmesta (2002); Sambandam
dan Lord (1995) menemukan bahwa peningkatan pengalaman dalam pembelian mobil
baru meningkatkan kemampuan pembeli untuk membuat pilihan yang memuaskan.
Diduga bahwa meningkatnya pengalaman konsumen terhadap merek–merek handphone
yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya dapat meningkatkan kepuasan mereka
terhadap produk tersebut.
H2:
Prior Experience berpengaruh positif terhadap Satisfaction..
2. Product Knowledge
Alba dan Hutchinson (1987) dalam Rao
dan Sieben (1992, p. 258) mengatakan bahwa pengetahuan konsumen terdiri dari
pengetahuan yang berdasar pada pembelian, pemakaian atau pengalamannya sendiri
dan keahlian yang berdasar pada kemampuan untuk menghubungkan kinerja produk
dengan tugas atau pekerjaan. Menurut Bruks (1985) dalam Rao dan Sieben (1992),
pengetahuan sebelumnya tentang produk merupakan pengetahuan dari informasi yang
dikirim ke dalam memori (pengetahuan obyektif). Sedangkan pengetahuan
sebelumnya menurut Monroe (1976) dalam Rao dan Sieben (1992) merupakan
pengetahuan dari apa yang mereka rasa mereka tahu tentang produk atau kelas
produk (pengetahuan subyektif).
Yang dimaksud dengan product
knowledge adalah pengetahuan konsumen tentang produk (Assael, 1995). Rao
dan Sieben (1992, p.258) mendefinisikan prior product knowledge sebagai
cakupan seluruh informasi akurat yang disimpan dalam memori konsumen yang sama
baiknya dengan persepsinya terhadap pengetahuan produk.
Konsumen yang berpengetahuan lebih tinggi akan lebih
realistis dalam pemilihan sesuai dengan harapannya. Semakin tinggi pengetahuan
konsumen dalam pembelian suatu produk dapat meningkatkan kemampuan konsumen
untuk membuat pilihan yang lebih memuaskan (Sambandam & Lord, 1995, p.62).
Sehingga dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pengetahuan konsumen mengenai
merek handphone yang pernah dimiliki sebelumnya diharapkan dapat meningkatkan
kepuasan mereka.
H3:
Product Knowledge berpengaruh positif terhadap Satisfaction.
Sambandan dan Lord (1995); Purwani
dan Dharmmesta (2002) menemukan bahwa product knowlwdge berpengaruh
signifikan positif terhadap media search. Pengaruh kuat dari product
knowledge yang dirasakan pada media search memberi kesan bahwa
konsumen yang berpengetahuan lebih tinggi cenderung untuk melakukan tingkat
pencarian media yang lebih tinggi, karena kapasitas mereka untuk mempelajari
dan menggabungkan informasi baru lebih mudah (Sambandam & Lord, 1995, p.
63). Hal ini juga akan terjadi pada konsumen handphone, karena perkembangan
produk handphone yang sangat cepat. Mereka yang sudah banyak mengetahui
karakteristik handphone akan lebih banyak mencari informasi melalui beberapa
sumber media sebelum membeli handphone agar tidak salah memilih dan tidak
ketinggalan jaman.
Sebaliknya, mereka yang
berpengetahuan lebih rendah tentang handphone akan kesulitan mencerna informasi
dari media. Mereka akan mengurangi pencarian media karena merasa lebih mudah
bila mendapatkan informasi dari keluarga atau teman. Sehingga dihipotesiskan
bahwa semakin tinggi pengetahuan konsumen terhadap handphone yang pernah
dimiliki sebelumnya akan semakin tinggi juga tingkat pencarian media untuk
mendapatkan informasi mengenai merek-merek handphone.
H4:
Product Knowledge berpengaruh positif terhadap Media Search.
3. Satisfaction.
Variabel kepuasan (satisfaction)
ini menggambarkan tanggapan sesudah pembelian dari seorang konsumen terhadap
sebuah merek yang diyakini tepat atau ada kecocokan antara apa yang diharapkan
oleh konsumen dengan kinerja produk yang telah diterimanya (Dick dan Basu 1994,
p.104; Bitner, 1990, p.70). Konsumen akan merasa puas bila produk yang telah
dibeli dan dipakai sesuai dengan produk yang diharapkannya. Sebaliknya,
konsumen akan merasa tidak puas bila produk yang telah dibeli dan dipakai tidak
sesuai dengan harapannya.
Kepuasan konsumen terhadap merek
produk tidak hanya ditentukan dari kecocokan antara harapan dengan kinerja
produk tersebut, tetapi juga ditentukan oleh kualitas pelayanan dari pengecer.
Sutisna (2001, h.84) menyebutkan bahwa citra toko pengecer yang ada di benak
konsumen akan mempengaruhi citra merek. Sebagai contoh, servis yang baik dan
garansi yang diberikan dapat memberikan kepuasan konsumen.
Menurut Beatty, Kahle dan Homer
(1988) dalam Dharmmesta (1999, h.83) ketidakpuasan emosional konsumen dari
pengalaman dengan produk dapat menyebabkan konsumen merasa tertarik untuk
mencari merek lain diluar merek yang biasanya. Pencarian merek lain ini dapat
dilakukan konsumen dengan mendapatkan informasi melalui media, dimana tujuan
akhirnya adalah perilaku untuk berpindah merek (brand switching). Diduga
bahwa meningkatnya kepuasan konsumen terhadap merek handphone yang pernah
dibeli dan dimiliki sebelumnya akan menurunkan tingkat pencarian media.
H5:
Satisfaction berpengaruh negatif terhadap Media Search.
Konsumen dapat mendasarkan keputusan mereka pada proses
cognitive dari pencarian informasi dan pertimbangan alternatif merek. Disisi
lain, sedikit atau tidak adanya pencarian informasi dan pertimbangan hanya pada
satu merek saja terjadi ketika konsumen dipuaskan dengan merek khusus dan
pembelian yang konsisten (Assael, 1998, p.67). Hal ini memberi kesan bahwa
tingkat kepuasan konsumen mempengaruhi banyaknya pencarian informasi dan
banyaknya merek yang dipertimbangkan. Konsumen yang sudah merasa puas dengan
merek handphone yang terakhir, lebih besar kemungkinannya bahwa mereka hanya
akan mempertimbangkan kembali merek tersebut pada pembelian yang berikutnya.
Sedangkan bila konsumen merasa belum puas atau tidak puas dengan merek
handphonnya, mereka akan berusaha membandingkan beberapa alternatif merek untuk
menemukan salah satu merek yang mungkin paling sesuai dengan harapannya.
Sehingga diduga bahwa meningkatnya kepuasan konsumen terhadap merek handphone
yang terakhir sebelum membeli merek yang sekarang dimiliki justru akan
menurunkan jumlah merek lain yang dipertimbangkan. Mereka hanya akan
mempertimbangkan salah satu merek yang sudah memuaskan.
H6:
Satisfaction berpengaruh negatif terhadap Consideration-Set Size
Loyalitas merek konsumen disebabkan oleh adanya pengaruh
kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara
terus menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk (Boulding, et
al, 1993, p.8). Tingginya tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen terhadap
merek yang dimilikinya dapat menyebabkan mereka loyal terhadap merek tersebut.
Sehingga akan membeli merek yang sama pada pembelian berikutnya dan kecil
kemungkinannya untuk beralih ke merek yang lain.
Pengambilan keputusan perpindahan merek yang dilakukan
konsumen terjadi karena adanya ketidakpuasan yang diterima konsumen setelah
melakukan pembelian. Ketidakpuasan muncul karena pengharapan konsumen tidak
sama atau lebih tinggi dari kinerja yag diterimanya dari pemasar (Junaidi dan
Dharmmesta, 2002, h. 94).
Kepuasan terjadi ketika harapan konsumen terpenuhi atau
melebihi harapannya dan keputusan pembelian dipertahankan. Kepuasan dapat
memperkuat sikap positif terhadap merek, berperan penting pada lebih besar
kemungkinannya bahwa konsumen akan membeli kembali merek yang sama.
Ketidakpuasan terjadi ketika harapan konsumen tidak terpenuhi, sehingga
konsumen akan bersikap negatif terhadap suatu merek dan kecil kemungkinannya
konsumen akan membeli lagi merek yang sama (Assael, 1998, p. 90). Sehingga
diduga bahwa meningkatnya kepuasan konsumen terhadap merek handphone yang
pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya akan menurunkan perilaku beralih ke merek
yang lain.
H7:
Satisfaction berpengaruh negatif terhadap Switching Behavior.
4.
Media Search.
Konsumen dapat menggunakan beberapa sumber informasi dari
lingkungannya. Assael (1998, p.246) mengkategorikan sumber informasi ke dalam
dua dimensi, yaitu sumber informasi personal dan impersonal. Sumber informasi
personal yang dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: petugas penjualan,
pemasaran jarak jauh dan pameran dagang. Sumber informasi personal yang tidak
dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: komunikasi dari mulut ke mulut yang
bersumber dari teman, keluarga dan lain-lain. Sumber informasi impersonal yang
dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: iklan, tata letak toko, promosi
penjualan dan pengemasan. Sumber informasi impersonal yang tidak dapat
dikendalikan oleh pemasar meliputi: berita dan editorial, sumber netral seperti
majalah.
Beatty dan Smith (1987) dalam Sambandam dan Lord (1995)
mengidentifikasi empat dimensi pencarian informasi berdasar sumber informasi,
yaitu: media, retailer, interpersonal dan netral. Sumber netral dikombinasi
dengan sumber media, karena sumber netral mengarahkan membaca tentang rating
produk di majalah, sehingga dapat dipertimbangkan menjadi bagian dari sumber
media. Sumber interpersonal tidak dimasukkan, karena pengaruhnya sulit
diprediksi. Maka sumber informasi yang dimasukkan dalam model adalah: media dan
retailer.
Menurut Kardes, et al. (1993, h. 65) konsumen akan lebih
mungkin membentuk consideration set ketika menghadapi keputusan yang
kompleks atau ketika sejumlah besar merek dicari kembali. Sebaliknya, akan lebih
kecil kemungkinan konsumen untuk membentuk consideration set ketika
keputusan yang kompleks rendah atau ketika hanya sejumlah kecil dari merek yang
dicari kembali.
Untuk mengambil keputusan pembelian dalam beberapa situasi,
konsumen melakukan pencarian informasi secara ekstensif dan kemudian memproses
informasi sebagai bahan pertimbangan (Sutisna, 2001 hal.87), memberi kesan
bahwa semakin luas pencarian informasi akan semakin banyak perolehan informasi
yang dipertimbangkan. Sambandam dan Lord (1995); Purwani dan Dharmmesta (2002)
menemukan bahwa Media Search berpengaruh signifikan positif terhadap Consideration-Set
Size. Dalam penelitian ini, diduga bahwa semakin banyak pencarian informasi
mengenai merek handphone terbaru melalui media akan berpengaruh positif
terhadap banyaknya merek yang dipertimbangkan.
H8:
Media Search berpengaruh positif terhadap Consideration-Set Size.
5. Consideration Set
Seperangkat pertimbangan (consideration
set) dari alternatif pilihan merek adalah kumpulan sub dari semua kemungkinan
merek yang dievaluasi konsumen secara serius ketika membuat keputusan
pembelian, memasukkan merek yang sudah familiar dalam membangkitkan perangkat
dan sebelumnya tidak tahu merek-merek ditemukan secara tidak sengaja atau
karena pencarian yang disengaja (Peter & Olson, 1990 dalam Sambandam, 1995,
p.57). Maka merek-merek yang mungkin dipertimbangkan adalah:
a. Seperangkat
merek familiar yang timbul dari ingatan.
b. Merek
yang ditemukan melaui pencarian yang disengaja
c. Merek
yang ditemukan secara tidak sengaja.
Nenungadi (1990, p.264),
mendefinisikan consideration set sebagai kumpulan merek yang dibeli
berdasarkan ingatan pada saat pemilihan secara teliti. Menurut Kardes (1993,
p.63) consideration set ini terdiri dari kumpulan merek di dalam memori
yang dicari kembali dengan cermat pada kondisi tertentu. Jadi consideration
set size merupakan sekumpulan merek yang sebelumnya sudah diingat oleh
konsumen dan ikut dipertimbangkan sebelum membeli merek tertentu.
Semakin banyak merek yang
dipertimbangkan, konsumen akan kesulitan dalam memilih merek yang sesuai.
Beberapa peneliti terdahulu (Barlyne, 1960; Driver & Steufert, 1965; Friske
& Maddi, 1961; Hunt, 1963) dalam Menon & Kahn (1995, h. 286)
menyebutkan bahwa dalam perilaku beralih, secara psikologis seseorang mungkin
menggunakan pembuktian dari lingkungan eksternal untuk mencapai tingkat
kepuasan terhadap rangsangan. Yang akan dilakukan konsumen untuk
menyederhanakan proses pemecahan masalah dalam membeli merek handphone adalah
mengunjungi retail, mencoba beberapa merek diinginkan atau bertanya kepada
penjual untuk membandingkan alternatif merek. Sehingga mereka dapat lebih mudah
menemukan merek yang dinilai baik oleh para retail.