Minggu, 03 Februari 2013

ANALISIS PERILAKU BRAND SWITCHING KONSUMEN DALAM PEMBELIAN PRODUK HANDPHONE


Oleh: Purwanto Waluyo dan Agus Pamungkas
ABSTRAKSI
Fenomena dalam bisnis produk handphone akhir-akhir ini adalah semakin banyak merek handphone di pasar dan pengembangan produk yang semakin cepat, terutama bentuk, ukuran dan fasilitasnya. Hal tersebut dapat mendorong konsumen untuk berganti-ganti merek. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh prior experience, product knowledge, satisfaction, retailer search dan media search terhadap pembentukan consideration set size konsumen dan switching behavior dalam pembelian produk handphone. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir semua variabel independent berpengaruh signifikan positif terhadap variabel dependent, kecuali variabel pengetahuan produk dan kepuasan berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat pencarian media.
Keywords: high involvement, consideration set, prior experience, product knowledge, satisfaction, media search, retailer search and switching behavior.
                                                                                                                                                                  I.        PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan bisnis handphone akhir-akhir ini telah menunjukkan suatu gejala, yaitu semakin banyak dan beragamnya produk handphone yang ditawarkan oleh perusahaan dan pengembangan produk handphone yang semakin cepat. Pengembangan produk handphone yang cepat tersebut terutama terletak pada bentuk, ukuran dan fasilitasnya. Semakin lama bentuk handphone semakin menarik, ukuran semakin kecil dan fasilitas kegunaannya semakin lengkap. Saat ini merek handphone yang sudah masuk ke Indonesia adalah: Nokia, Samsung, Sony Ericson, Siemens, LG, Philip, Motorola, Panasonic, GSL, Handspring, Sendo, Asus, Mitsubishi, dan tiap merek meluncurkan banyak model atau seri yang bervariasi (Selular, 2003, h. 90). Strategi pengembangan produk tersebut merupakan tujuan pemasar untuk menciptakan perilaku variety seeking pada diri konsumen.
Variety seeking adalah perilaku konsumen yang berusaha mencari keberagaman merek di luar kebiasaannya karena tingkat keterlibatan beberapa produk rendah. Perilaku variety seeking menurut Kahn, Kalwani dan Morrison yang dikutip oleh Kahn, (1998, p-46) disebut juga sebagai kecenderungan individu-individu untuk mencari keberagaman dalam memilih jasa atau barang pada suatu waktu yang timbul karena beberapa alasan yang berbeda. Perilaku ini sering terjadi pada beberapa produk, dimana tingkat keterlibatan produk itu rendah (low involvement). Tingkat keterlibatan produk dikatakan rendah, apabila dalam proses pembelian produk konsumen tidak melibatkan banyak faktor dan informasi yang harus ikut dipertimbangkan.
Tujuan konsumen mencari keberagaman produk ini adalah untuk mencapai suatu sikap terhadap merk yang favorable. Tujuan lain perilaku variety seeking konsumen ini dapat berupa hanya sekedar mencoba sesuatu yang baru atau mencari suatu kebaruan dari sebuah produk. (Kahn, 1995, p.286). Perilaku variety seeking ini cenderung akan terjadi pada waktu pembelian sebuah produk yang menimbulkan resiko minimal yang ditanggung oleh konsumen dan pada waktu konsumen kurang memiliki komitmen terhadap merek tertentu (Assael, 1995 p.20). Beberapa literatur menyebutkan bahwa perilaku variety seeking ini akan menimbulkan perilaku brand switching konsumen.
Perilaku brand switching yang timbul akibat adanya perilaku variety seeking perlu mendapat perhatian dari pemasar. Perilaku ini tidak hanya cenderung terjadi pada produk yang memerlukan tingkat keterlibatan yang rendah, akan tetapi terjadi juga pada produk dengan tingkat keterlibatan tinggi (high involvement). Tingkat keterlibatan produk dikatakan tinggi, apabila konsumen melibatkan banyak factor pertimbangan dan informasi yang harus diperolehnya sebelum keputusan untuk membeli diambil. Termasuk dalam factor pertimbangan tersebut adalah faktor resiko, yaitu resiko performance,fisik, keuangan dan waktu.
Perilaku switch yang melibatkan high involvement ini diantaranya terjadi pada pembelian produk otomotif dan peralatan elektronik (Sambandam, 1995). Dua macam produk ini termasuk kategori high involvement dalam proses pembeliannya, yang melibatkan banyak faktor resiko yang harus dipertimbangkan.
Proses pembelian konsumen yang melibatkan pengambilan keputusan khususnya dalam kondisi limited decision making, akan memposisikan konsumen pada situasi untuk berperilaku variety seeking. Pada waktu tingkat keterlibatan konsumen rendah, konsumen akan cenderung untuk berpindah merek, mencari merek lain diluar pasar dan situasi ini menempatkan konsumen dalam sebuah usaha mencari variasi lain.
Dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli produk yang melibatkan high involvement tersebut, ada empat faktor yang termasuk di dalam perangkat pertimbangan (consideration set). Pengalaman sebelumnya (prior experience), pengetahuan tentang produk (product knowledge) dan kepuasan (satisfaction) dimodel sebagai prior, dan bersama variabel pencarian media (media search) diharapkan dapat mempengaruhi pembentukan seperangkat pertimbangan (consideration set) (Sambandam, 1995).
Dalam model ini juga ditunjukkan bahwa perangkat pertimbangan berpengaruh terhadap keputusan perpindahan secara langsung dan tidak langsung yang dimotivasi oleh kegiatan pencarian retailer handphone. Konsumen yang mempunyai banyak pertimbangan terhadap berbagai alternatif pilihan merek secara langsung dapat beralih merek, atau terlebih dahulu mengunjungi retail untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan mencoba produk sebelum beralih merek.
Penelitian ini akan menekankan pada ukuran perangkat pertimbangan yang merupakan faktor penting dalam penelitian perpindahan merek. Keputusan berpindah merek sepertinya tidak akan terjadi tanpa pertimbangan adanya ketersediaan dan kemenarikan dari satu alternatif atau lebih.
B. Perumusan Masalah
Proses pembelian konsumen yang melibatkan pengambilan keputusan, khususnya dalam kondisi limited decision making, akan memposisikan konsumen pada situasi untuk berperilaku variety seeking. Pada waktu tingkat keterlibatan konsumen rendah, konsumen akan cenderung untuk berpindah merek, mencari merek lain diluar pasar dan situasi ini menempatkan konsumen dalam sebuah usaha mencari variasi lain.
Penelitian ini ingin menguji beberapa faktor yang termasuk di dalam perangkat pertimbangan (consideration set), seperti: pengalaman sebelumnya (prior experience), pengetahuan tentang produk (product knowledge) dan kepuasan (satisfaction) dimodel sebagai prior, dan bersama variabel pencarian media (media search) diharapkan dapat mempengaruhi pembentukan seperangkat pertimbangan (consideration set). Atas dasar hal tersebut maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.  Bagaimana pengaruh prior experience, product knowledge, satisfaction dan media search terhadap pembentukan consideration set size konsumen dalam pembelian produk handphone.
2.  Bagaimana pengaruh consideration-set size terhadap switching behavior konsumen dalam pembelian produk handphone.
3.  Bagaimana pengaruh satisfaction konsumen terhadap switching behavior konsumen dalam pembelian produk handphone.
4.  Bagaimana pengaruh retailer search terhadap switching behavior konsumen dalam pembelian produk handphone.
II. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
1. Prior Experience.
Konsumen belajar dari pengalaman masa lalunya, dan perilaku dimasa depan bisa diprediksi berdasarkan perilaku masa lalunya itu. Assael (1998) mendefinisikan pembelajaran konsumen sebagai suatu perubahan dalam perilaku yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman masa lalunya. Konsumen memperoleh berbagai pengalaman dalam pembelian produk, mengkonsumsi produk dan merek produk yang disukainya. Konsumen akan menyesuaikan perilakunya dengan pengalamannya dimasa lalu.
Banyaknya pengalaman konsumen di masa lalu terhadap merek produk dapat digambarkan dengan banyaknya merek produk yang pernah dibeli dan dikonsumsi dimasa lalu. Semakin banyak merek produk yang pernah dibeli dan dikonsumsi dimasa lalu dapat menunjukkan bahwa konsumen sudah berpengalaman dengan merek-merek tersebut. Hasil belajar dari pengalaman masa lalunya dengan produk akan memberikan pengetahuan mengenai produk tersebut dan memberikan kemampuan untuk memilih produk yang lebih memuaskan.
Experience dan product knowledge dimodelkan oleh Srinivasan dan Ratchford (1991) sebagai variabel yang mendahului consideration set, yang memberikan basis bagi timbulnya seperangkat merek yang familiar. Engel, Backwell dan Miniard (1994, h.57) mengatakan bahwa siapa saja yang berusaha mempengaruhi konsumen sebenarnya sedang mencoba menghasilkan pembelajaran, yaitu proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap dan perilaku. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman dapat mengubah pengetahuan.
Sambandam dan Lord (1995); Purwani dan Dharmmesta (2002) dalam meneliti perilaku beralih merek mobil menemukan bahwa prior experience berpengaruh positif terhadap product knowledge. Semakin tinggi pengalaman konsumen dalam pembelian automobile baru dapat meningkatkan kemampuan konsumen untuk membuat pilihan yang lebih memuaskan (Sambandam & Lord, 1995, p.62). Dalam penelitian ini, diduga bahwa meningkatnya pengalaman konsumen terhadap merek–merek handphone yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya dapat meningkatkan pengetahuan mereka terhadap produk tersebut.
H1: Prior Experience berpengaruh positif terhadap Product Knowledge.
Meningkatnya pengalaman konsumen pada jangka waktu tertentu menyebabkan konsumen akan lebih mengenal tentang apa yang dia suka dari produk yang dipilihnya, sehingga dia lebih mampu memilih produk sesuai yang disukainya. Hal ini sesuai dengan teori La Tour dan Peats (1979) dalam Sambandam dan Lord (1995, p. 63), bahwa konsumen dengan pengalaman lebih banyak mempunyai harapan (expectations) yang disesuaikan suatu waktu terhadap performance dari pembelian yang berikutnya. Sehingga hasil dari pembelian tersebut dapat lebih memuaskan. Westbrook et al. (1978) mengatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasn konsumen dapat disebabkan oleh pengalaman konsumen dalam mengambil keputusan pembelian.
Kepuasan konsumen dengan pengalaman keputusan pembelian digambarkan sebagai sebuah fungsi dari bagaimana konsumen merasakan aspek utama dari pengalaman tersebut, yang mungkin memberikan ketidakpuasan (Menon dan Kahn, 1995). Purwani dan Dharmmesta (2002); Sambandam dan Lord (1995) menemukan bahwa peningkatan pengalaman dalam pembelian mobil baru meningkatkan kemampuan pembeli untuk membuat pilihan yang memuaskan. Diduga bahwa meningkatnya pengalaman konsumen terhadap merek–merek handphone yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya dapat meningkatkan kepuasan mereka terhadap produk tersebut.
H2: Prior Experience berpengaruh positif terhadap Satisfaction..
2. Product Knowledge
Alba dan Hutchinson (1987) dalam Rao dan Sieben (1992, p. 258) mengatakan bahwa pengetahuan konsumen terdiri dari pengetahuan yang berdasar pada pembelian, pemakaian atau pengalamannya sendiri dan keahlian yang berdasar pada kemampuan untuk menghubungkan kinerja produk dengan tugas atau pekerjaan. Menurut Bruks (1985) dalam Rao dan Sieben (1992), pengetahuan sebelumnya tentang produk merupakan pengetahuan dari informasi yang dikirim ke dalam memori (pengetahuan obyektif). Sedangkan pengetahuan sebelumnya menurut Monroe (1976) dalam Rao dan Sieben (1992) merupakan pengetahuan dari apa yang mereka rasa mereka tahu tentang produk atau kelas produk (pengetahuan subyektif).
Yang dimaksud dengan product knowledge adalah pengetahuan konsumen tentang produk (Assael, 1995). Rao dan Sieben (1992, p.258) mendefinisikan prior product knowledge sebagai cakupan seluruh informasi akurat yang disimpan dalam memori konsumen yang sama baiknya dengan persepsinya terhadap pengetahuan produk.
Konsumen yang berpengetahuan lebih tinggi akan lebih realistis dalam pemilihan sesuai dengan harapannya. Semakin tinggi pengetahuan konsumen dalam pembelian suatu produk dapat meningkatkan kemampuan konsumen untuk membuat pilihan yang lebih memuaskan (Sambandam & Lord, 1995, p.62). Sehingga dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pengetahuan konsumen mengenai merek handphone yang pernah dimiliki sebelumnya diharapkan dapat meningkatkan kepuasan mereka.
H3: Product Knowledge berpengaruh positif terhadap Satisfaction.
Sambandan dan Lord (1995); Purwani dan Dharmmesta (2002) menemukan bahwa product knowlwdge berpengaruh signifikan positif terhadap media search. Pengaruh kuat dari product knowledge yang dirasakan pada media search memberi kesan bahwa konsumen yang berpengetahuan lebih tinggi cenderung untuk melakukan tingkat pencarian media yang lebih tinggi, karena kapasitas mereka untuk mempelajari dan menggabungkan informasi baru lebih mudah (Sambandam & Lord, 1995, p. 63). Hal ini juga akan terjadi pada konsumen handphone, karena perkembangan produk handphone yang sangat cepat. Mereka yang sudah banyak mengetahui karakteristik handphone akan lebih banyak mencari informasi melalui beberapa sumber media sebelum membeli handphone agar tidak salah memilih dan tidak ketinggalan jaman.
Sebaliknya, mereka yang berpengetahuan lebih rendah tentang handphone akan kesulitan mencerna informasi dari media. Mereka akan mengurangi pencarian media karena merasa lebih mudah bila mendapatkan informasi dari keluarga atau teman. Sehingga dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pengetahuan konsumen terhadap handphone yang pernah dimiliki sebelumnya akan semakin tinggi juga tingkat pencarian media untuk mendapatkan informasi mengenai merek-merek handphone.
H4: Product Knowledge berpengaruh positif terhadap Media Search.
3. Satisfaction.
Variabel kepuasan (satisfaction) ini menggambarkan tanggapan sesudah pembelian dari seorang konsumen terhadap sebuah merek yang diyakini tepat atau ada kecocokan antara apa yang diharapkan oleh konsumen dengan kinerja produk yang telah diterimanya (Dick dan Basu 1994, p.104; Bitner, 1990, p.70). Konsumen akan merasa puas bila produk yang telah dibeli dan dipakai sesuai dengan produk yang diharapkannya. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas bila produk yang telah dibeli dan dipakai tidak sesuai dengan harapannya.
Kepuasan konsumen terhadap merek produk tidak hanya ditentukan dari kecocokan antara harapan dengan kinerja produk tersebut, tetapi juga ditentukan oleh kualitas pelayanan dari pengecer. Sutisna (2001, h.84) menyebutkan bahwa citra toko pengecer yang ada di benak konsumen akan mempengaruhi citra merek. Sebagai contoh, servis yang baik dan garansi yang diberikan dapat memberikan kepuasan konsumen.
Menurut Beatty, Kahle dan Homer (1988) dalam Dharmmesta (1999, h.83) ketidakpuasan emosional konsumen dari pengalaman dengan produk dapat menyebabkan konsumen merasa tertarik untuk mencari merek lain diluar merek yang biasanya. Pencarian merek lain ini dapat dilakukan konsumen dengan mendapatkan informasi melalui media, dimana tujuan akhirnya adalah perilaku untuk berpindah merek (brand switching). Diduga bahwa meningkatnya kepuasan konsumen terhadap merek handphone yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya akan menurunkan tingkat pencarian media.
H5: Satisfaction berpengaruh negatif terhadap Media Search.
Konsumen dapat mendasarkan keputusan mereka pada proses cognitive dari pencarian informasi dan pertimbangan alternatif merek. Disisi lain, sedikit atau tidak adanya pencarian informasi dan pertimbangan hanya pada satu merek saja terjadi ketika konsumen dipuaskan dengan merek khusus dan pembelian yang konsisten (Assael, 1998, p.67). Hal ini memberi kesan bahwa tingkat kepuasan konsumen mempengaruhi banyaknya pencarian informasi dan banyaknya merek yang dipertimbangkan. Konsumen yang sudah merasa puas dengan merek handphone yang terakhir, lebih besar kemungkinannya bahwa mereka hanya akan mempertimbangkan kembali merek tersebut pada pembelian yang berikutnya. Sedangkan bila konsumen merasa belum puas atau tidak puas dengan merek handphonnya, mereka akan berusaha membandingkan beberapa alternatif merek untuk menemukan salah satu merek yang mungkin paling sesuai dengan harapannya. Sehingga diduga bahwa meningkatnya kepuasan konsumen terhadap merek handphone yang terakhir sebelum membeli merek yang sekarang dimiliki justru akan menurunkan jumlah merek lain yang dipertimbangkan. Mereka hanya akan mempertimbangkan salah satu merek yang sudah memuaskan.
H6: Satisfaction berpengaruh negatif terhadap Consideration-Set Size
Loyalitas merek konsumen disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terus menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk (Boulding, et al, 1993, p.8). Tingginya tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen terhadap merek yang dimilikinya dapat menyebabkan mereka loyal terhadap merek tersebut. Sehingga akan membeli merek yang sama pada pembelian berikutnya dan kecil kemungkinannya untuk beralih ke merek yang lain.
Pengambilan keputusan perpindahan merek yang dilakukan konsumen terjadi karena adanya ketidakpuasan yang diterima konsumen setelah melakukan pembelian. Ketidakpuasan muncul karena pengharapan konsumen tidak sama atau lebih tinggi dari kinerja yag diterimanya dari pemasar (Junaidi dan Dharmmesta, 2002, h. 94).
Kepuasan terjadi ketika harapan konsumen terpenuhi atau melebihi harapannya dan keputusan pembelian dipertahankan. Kepuasan dapat memperkuat sikap positif terhadap merek, berperan penting pada lebih besar kemungkinannya bahwa konsumen akan membeli kembali merek yang sama. Ketidakpuasan terjadi ketika harapan konsumen tidak terpenuhi, sehingga konsumen akan bersikap negatif terhadap suatu merek dan kecil kemungkinannya konsumen akan membeli lagi merek yang sama (Assael, 1998, p. 90). Sehingga diduga bahwa meningkatnya kepuasan konsumen terhadap merek handphone yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya akan menurunkan perilaku beralih ke merek yang lain.
H7: Satisfaction berpengaruh negatif terhadap Switching Behavior.
4. Media Search.
Konsumen dapat menggunakan beberapa sumber informasi dari lingkungannya. Assael (1998, p.246) mengkategorikan sumber informasi ke dalam dua dimensi, yaitu sumber informasi personal dan impersonal. Sumber informasi personal yang dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: petugas penjualan, pemasaran jarak jauh dan pameran dagang. Sumber informasi personal yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: komunikasi dari mulut ke mulut yang bersumber dari teman, keluarga dan lain-lain. Sumber informasi impersonal yang dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: iklan, tata letak toko, promosi penjualan dan pengemasan. Sumber informasi impersonal yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: berita dan editorial, sumber netral seperti majalah.
Beatty dan Smith (1987) dalam Sambandam dan Lord (1995) mengidentifikasi empat dimensi pencarian informasi berdasar sumber informasi, yaitu: media, retailer, interpersonal dan netral. Sumber netral dikombinasi dengan sumber media, karena sumber netral mengarahkan membaca tentang rating produk di majalah, sehingga dapat dipertimbangkan menjadi bagian dari sumber media. Sumber interpersonal tidak dimasukkan, karena pengaruhnya sulit diprediksi. Maka sumber informasi yang dimasukkan dalam model adalah: media dan retailer.
Menurut Kardes, et al. (1993, h. 65) konsumen akan lebih mungkin membentuk consideration set ketika menghadapi keputusan yang kompleks atau ketika sejumlah besar merek dicari kembali. Sebaliknya, akan lebih kecil kemungkinan konsumen untuk membentuk consideration set ketika keputusan yang kompleks rendah atau ketika hanya sejumlah kecil dari merek yang dicari kembali.
Untuk mengambil keputusan pembelian dalam beberapa situasi, konsumen melakukan pencarian informasi secara ekstensif dan kemudian memproses informasi sebagai bahan pertimbangan (Sutisna, 2001 hal.87), memberi kesan bahwa semakin luas pencarian informasi akan semakin banyak perolehan informasi yang dipertimbangkan. Sambandam dan Lord (1995); Purwani dan Dharmmesta (2002) menemukan bahwa Media Search berpengaruh signifikan positif terhadap Consideration-Set Size. Dalam penelitian ini, diduga bahwa semakin banyak pencarian informasi mengenai merek handphone terbaru melalui media akan berpengaruh positif terhadap banyaknya merek yang dipertimbangkan.
H8: Media Search berpengaruh positif terhadap Consideration-Set Size.
5. Consideration Set
Seperangkat pertimbangan (consideration set) dari alternatif pilihan merek adalah kumpulan sub dari semua kemungkinan merek yang dievaluasi konsumen secara serius ketika membuat keputusan pembelian, memasukkan merek yang sudah familiar dalam membangkitkan perangkat dan sebelumnya tidak tahu merek-merek ditemukan secara tidak sengaja atau karena pencarian yang disengaja (Peter & Olson, 1990 dalam Sambandam, 1995, p.57). Maka merek-merek yang mungkin dipertimbangkan adalah:
a.   Seperangkat merek familiar yang timbul dari ingatan.
b.  Merek yang ditemukan melaui pencarian yang disengaja
c.   Merek yang ditemukan secara tidak sengaja.
Nenungadi (1990, p.264), mendefinisikan consideration set sebagai kumpulan merek yang dibeli berdasarkan ingatan pada saat pemilihan secara teliti. Menurut Kardes (1993, p.63) consideration set ini terdiri dari kumpulan merek di dalam memori yang dicari kembali dengan cermat pada kondisi tertentu. Jadi consideration set size merupakan sekumpulan merek yang sebelumnya sudah diingat oleh konsumen dan ikut dipertimbangkan sebelum membeli merek tertentu.
Semakin banyak merek yang dipertimbangkan, konsumen akan kesulitan dalam memilih merek yang sesuai. Beberapa peneliti terdahulu (Barlyne, 1960; Driver & Steufert, 1965; Friske & Maddi, 1961; Hunt, 1963) dalam Menon & Kahn (1995, h. 286) menyebutkan bahwa dalam perilaku beralih, secara psikologis seseorang mungkin menggunakan pembuktian dari lingkungan eksternal untuk mencapai tingkat kepuasan terhadap rangsangan. Yang akan dilakukan konsumen untuk menyederhanakan proses pemecahan masalah dalam membeli merek handphone adalah mengunjungi retail, mencoba beberapa merek diinginkan atau bertanya kepada penjual untuk membandingkan alternatif merek. Sehingga mereka dapat lebih mudah menemukan merek yang dinilai baik oleh para retail.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar