Minggu, 03 Februari 2013

ANALISIS PERILAKU BRAND SWITCHING KONSUMEN DALAM PEMBELIAN PRODUK HANDPHONE


Oleh: Purwanto Waluyo dan Agus Pamungkas
ABSTRAKSI
Fenomena dalam bisnis produk handphone akhir-akhir ini adalah semakin banyak merek handphone di pasar dan pengembangan produk yang semakin cepat, terutama bentuk, ukuran dan fasilitasnya. Hal tersebut dapat mendorong konsumen untuk berganti-ganti merek. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh prior experience, product knowledge, satisfaction, retailer search dan media search terhadap pembentukan consideration set size konsumen dan switching behavior dalam pembelian produk handphone. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir semua variabel independent berpengaruh signifikan positif terhadap variabel dependent, kecuali variabel pengetahuan produk dan kepuasan berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat pencarian media.
Keywords: high involvement, consideration set, prior experience, product knowledge, satisfaction, media search, retailer search and switching behavior.
                                                                                                                                                                  I.        PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan bisnis handphone akhir-akhir ini telah menunjukkan suatu gejala, yaitu semakin banyak dan beragamnya produk handphone yang ditawarkan oleh perusahaan dan pengembangan produk handphone yang semakin cepat. Pengembangan produk handphone yang cepat tersebut terutama terletak pada bentuk, ukuran dan fasilitasnya. Semakin lama bentuk handphone semakin menarik, ukuran semakin kecil dan fasilitas kegunaannya semakin lengkap. Saat ini merek handphone yang sudah masuk ke Indonesia adalah: Nokia, Samsung, Sony Ericson, Siemens, LG, Philip, Motorola, Panasonic, GSL, Handspring, Sendo, Asus, Mitsubishi, dan tiap merek meluncurkan banyak model atau seri yang bervariasi (Selular, 2003, h. 90). Strategi pengembangan produk tersebut merupakan tujuan pemasar untuk menciptakan perilaku variety seeking pada diri konsumen.
Variety seeking adalah perilaku konsumen yang berusaha mencari keberagaman merek di luar kebiasaannya karena tingkat keterlibatan beberapa produk rendah. Perilaku variety seeking menurut Kahn, Kalwani dan Morrison yang dikutip oleh Kahn, (1998, p-46) disebut juga sebagai kecenderungan individu-individu untuk mencari keberagaman dalam memilih jasa atau barang pada suatu waktu yang timbul karena beberapa alasan yang berbeda. Perilaku ini sering terjadi pada beberapa produk, dimana tingkat keterlibatan produk itu rendah (low involvement). Tingkat keterlibatan produk dikatakan rendah, apabila dalam proses pembelian produk konsumen tidak melibatkan banyak faktor dan informasi yang harus ikut dipertimbangkan.
Tujuan konsumen mencari keberagaman produk ini adalah untuk mencapai suatu sikap terhadap merk yang favorable. Tujuan lain perilaku variety seeking konsumen ini dapat berupa hanya sekedar mencoba sesuatu yang baru atau mencari suatu kebaruan dari sebuah produk. (Kahn, 1995, p.286). Perilaku variety seeking ini cenderung akan terjadi pada waktu pembelian sebuah produk yang menimbulkan resiko minimal yang ditanggung oleh konsumen dan pada waktu konsumen kurang memiliki komitmen terhadap merek tertentu (Assael, 1995 p.20). Beberapa literatur menyebutkan bahwa perilaku variety seeking ini akan menimbulkan perilaku brand switching konsumen.
Perilaku brand switching yang timbul akibat adanya perilaku variety seeking perlu mendapat perhatian dari pemasar. Perilaku ini tidak hanya cenderung terjadi pada produk yang memerlukan tingkat keterlibatan yang rendah, akan tetapi terjadi juga pada produk dengan tingkat keterlibatan tinggi (high involvement). Tingkat keterlibatan produk dikatakan tinggi, apabila konsumen melibatkan banyak factor pertimbangan dan informasi yang harus diperolehnya sebelum keputusan untuk membeli diambil. Termasuk dalam factor pertimbangan tersebut adalah faktor resiko, yaitu resiko performance,fisik, keuangan dan waktu.
Perilaku switch yang melibatkan high involvement ini diantaranya terjadi pada pembelian produk otomotif dan peralatan elektronik (Sambandam, 1995). Dua macam produk ini termasuk kategori high involvement dalam proses pembeliannya, yang melibatkan banyak faktor resiko yang harus dipertimbangkan.
Proses pembelian konsumen yang melibatkan pengambilan keputusan khususnya dalam kondisi limited decision making, akan memposisikan konsumen pada situasi untuk berperilaku variety seeking. Pada waktu tingkat keterlibatan konsumen rendah, konsumen akan cenderung untuk berpindah merek, mencari merek lain diluar pasar dan situasi ini menempatkan konsumen dalam sebuah usaha mencari variasi lain.
Dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli produk yang melibatkan high involvement tersebut, ada empat faktor yang termasuk di dalam perangkat pertimbangan (consideration set). Pengalaman sebelumnya (prior experience), pengetahuan tentang produk (product knowledge) dan kepuasan (satisfaction) dimodel sebagai prior, dan bersama variabel pencarian media (media search) diharapkan dapat mempengaruhi pembentukan seperangkat pertimbangan (consideration set) (Sambandam, 1995).
Dalam model ini juga ditunjukkan bahwa perangkat pertimbangan berpengaruh terhadap keputusan perpindahan secara langsung dan tidak langsung yang dimotivasi oleh kegiatan pencarian retailer handphone. Konsumen yang mempunyai banyak pertimbangan terhadap berbagai alternatif pilihan merek secara langsung dapat beralih merek, atau terlebih dahulu mengunjungi retail untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan mencoba produk sebelum beralih merek.
Penelitian ini akan menekankan pada ukuran perangkat pertimbangan yang merupakan faktor penting dalam penelitian perpindahan merek. Keputusan berpindah merek sepertinya tidak akan terjadi tanpa pertimbangan adanya ketersediaan dan kemenarikan dari satu alternatif atau lebih.
B. Perumusan Masalah
Proses pembelian konsumen yang melibatkan pengambilan keputusan, khususnya dalam kondisi limited decision making, akan memposisikan konsumen pada situasi untuk berperilaku variety seeking. Pada waktu tingkat keterlibatan konsumen rendah, konsumen akan cenderung untuk berpindah merek, mencari merek lain diluar pasar dan situasi ini menempatkan konsumen dalam sebuah usaha mencari variasi lain.
Penelitian ini ingin menguji beberapa faktor yang termasuk di dalam perangkat pertimbangan (consideration set), seperti: pengalaman sebelumnya (prior experience), pengetahuan tentang produk (product knowledge) dan kepuasan (satisfaction) dimodel sebagai prior, dan bersama variabel pencarian media (media search) diharapkan dapat mempengaruhi pembentukan seperangkat pertimbangan (consideration set). Atas dasar hal tersebut maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.  Bagaimana pengaruh prior experience, product knowledge, satisfaction dan media search terhadap pembentukan consideration set size konsumen dalam pembelian produk handphone.
2.  Bagaimana pengaruh consideration-set size terhadap switching behavior konsumen dalam pembelian produk handphone.
3.  Bagaimana pengaruh satisfaction konsumen terhadap switching behavior konsumen dalam pembelian produk handphone.
4.  Bagaimana pengaruh retailer search terhadap switching behavior konsumen dalam pembelian produk handphone.
II. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
1. Prior Experience.
Konsumen belajar dari pengalaman masa lalunya, dan perilaku dimasa depan bisa diprediksi berdasarkan perilaku masa lalunya itu. Assael (1998) mendefinisikan pembelajaran konsumen sebagai suatu perubahan dalam perilaku yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman masa lalunya. Konsumen memperoleh berbagai pengalaman dalam pembelian produk, mengkonsumsi produk dan merek produk yang disukainya. Konsumen akan menyesuaikan perilakunya dengan pengalamannya dimasa lalu.
Banyaknya pengalaman konsumen di masa lalu terhadap merek produk dapat digambarkan dengan banyaknya merek produk yang pernah dibeli dan dikonsumsi dimasa lalu. Semakin banyak merek produk yang pernah dibeli dan dikonsumsi dimasa lalu dapat menunjukkan bahwa konsumen sudah berpengalaman dengan merek-merek tersebut. Hasil belajar dari pengalaman masa lalunya dengan produk akan memberikan pengetahuan mengenai produk tersebut dan memberikan kemampuan untuk memilih produk yang lebih memuaskan.
Experience dan product knowledge dimodelkan oleh Srinivasan dan Ratchford (1991) sebagai variabel yang mendahului consideration set, yang memberikan basis bagi timbulnya seperangkat merek yang familiar. Engel, Backwell dan Miniard (1994, h.57) mengatakan bahwa siapa saja yang berusaha mempengaruhi konsumen sebenarnya sedang mencoba menghasilkan pembelajaran, yaitu proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap dan perilaku. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman dapat mengubah pengetahuan.
Sambandam dan Lord (1995); Purwani dan Dharmmesta (2002) dalam meneliti perilaku beralih merek mobil menemukan bahwa prior experience berpengaruh positif terhadap product knowledge. Semakin tinggi pengalaman konsumen dalam pembelian automobile baru dapat meningkatkan kemampuan konsumen untuk membuat pilihan yang lebih memuaskan (Sambandam & Lord, 1995, p.62). Dalam penelitian ini, diduga bahwa meningkatnya pengalaman konsumen terhadap merek–merek handphone yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya dapat meningkatkan pengetahuan mereka terhadap produk tersebut.
H1: Prior Experience berpengaruh positif terhadap Product Knowledge.
Meningkatnya pengalaman konsumen pada jangka waktu tertentu menyebabkan konsumen akan lebih mengenal tentang apa yang dia suka dari produk yang dipilihnya, sehingga dia lebih mampu memilih produk sesuai yang disukainya. Hal ini sesuai dengan teori La Tour dan Peats (1979) dalam Sambandam dan Lord (1995, p. 63), bahwa konsumen dengan pengalaman lebih banyak mempunyai harapan (expectations) yang disesuaikan suatu waktu terhadap performance dari pembelian yang berikutnya. Sehingga hasil dari pembelian tersebut dapat lebih memuaskan. Westbrook et al. (1978) mengatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasn konsumen dapat disebabkan oleh pengalaman konsumen dalam mengambil keputusan pembelian.
Kepuasan konsumen dengan pengalaman keputusan pembelian digambarkan sebagai sebuah fungsi dari bagaimana konsumen merasakan aspek utama dari pengalaman tersebut, yang mungkin memberikan ketidakpuasan (Menon dan Kahn, 1995). Purwani dan Dharmmesta (2002); Sambandam dan Lord (1995) menemukan bahwa peningkatan pengalaman dalam pembelian mobil baru meningkatkan kemampuan pembeli untuk membuat pilihan yang memuaskan. Diduga bahwa meningkatnya pengalaman konsumen terhadap merek–merek handphone yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya dapat meningkatkan kepuasan mereka terhadap produk tersebut.
H2: Prior Experience berpengaruh positif terhadap Satisfaction..
2. Product Knowledge
Alba dan Hutchinson (1987) dalam Rao dan Sieben (1992, p. 258) mengatakan bahwa pengetahuan konsumen terdiri dari pengetahuan yang berdasar pada pembelian, pemakaian atau pengalamannya sendiri dan keahlian yang berdasar pada kemampuan untuk menghubungkan kinerja produk dengan tugas atau pekerjaan. Menurut Bruks (1985) dalam Rao dan Sieben (1992), pengetahuan sebelumnya tentang produk merupakan pengetahuan dari informasi yang dikirim ke dalam memori (pengetahuan obyektif). Sedangkan pengetahuan sebelumnya menurut Monroe (1976) dalam Rao dan Sieben (1992) merupakan pengetahuan dari apa yang mereka rasa mereka tahu tentang produk atau kelas produk (pengetahuan subyektif).
Yang dimaksud dengan product knowledge adalah pengetahuan konsumen tentang produk (Assael, 1995). Rao dan Sieben (1992, p.258) mendefinisikan prior product knowledge sebagai cakupan seluruh informasi akurat yang disimpan dalam memori konsumen yang sama baiknya dengan persepsinya terhadap pengetahuan produk.
Konsumen yang berpengetahuan lebih tinggi akan lebih realistis dalam pemilihan sesuai dengan harapannya. Semakin tinggi pengetahuan konsumen dalam pembelian suatu produk dapat meningkatkan kemampuan konsumen untuk membuat pilihan yang lebih memuaskan (Sambandam & Lord, 1995, p.62). Sehingga dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pengetahuan konsumen mengenai merek handphone yang pernah dimiliki sebelumnya diharapkan dapat meningkatkan kepuasan mereka.
H3: Product Knowledge berpengaruh positif terhadap Satisfaction.
Sambandan dan Lord (1995); Purwani dan Dharmmesta (2002) menemukan bahwa product knowlwdge berpengaruh signifikan positif terhadap media search. Pengaruh kuat dari product knowledge yang dirasakan pada media search memberi kesan bahwa konsumen yang berpengetahuan lebih tinggi cenderung untuk melakukan tingkat pencarian media yang lebih tinggi, karena kapasitas mereka untuk mempelajari dan menggabungkan informasi baru lebih mudah (Sambandam & Lord, 1995, p. 63). Hal ini juga akan terjadi pada konsumen handphone, karena perkembangan produk handphone yang sangat cepat. Mereka yang sudah banyak mengetahui karakteristik handphone akan lebih banyak mencari informasi melalui beberapa sumber media sebelum membeli handphone agar tidak salah memilih dan tidak ketinggalan jaman.
Sebaliknya, mereka yang berpengetahuan lebih rendah tentang handphone akan kesulitan mencerna informasi dari media. Mereka akan mengurangi pencarian media karena merasa lebih mudah bila mendapatkan informasi dari keluarga atau teman. Sehingga dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pengetahuan konsumen terhadap handphone yang pernah dimiliki sebelumnya akan semakin tinggi juga tingkat pencarian media untuk mendapatkan informasi mengenai merek-merek handphone.
H4: Product Knowledge berpengaruh positif terhadap Media Search.
3. Satisfaction.
Variabel kepuasan (satisfaction) ini menggambarkan tanggapan sesudah pembelian dari seorang konsumen terhadap sebuah merek yang diyakini tepat atau ada kecocokan antara apa yang diharapkan oleh konsumen dengan kinerja produk yang telah diterimanya (Dick dan Basu 1994, p.104; Bitner, 1990, p.70). Konsumen akan merasa puas bila produk yang telah dibeli dan dipakai sesuai dengan produk yang diharapkannya. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas bila produk yang telah dibeli dan dipakai tidak sesuai dengan harapannya.
Kepuasan konsumen terhadap merek produk tidak hanya ditentukan dari kecocokan antara harapan dengan kinerja produk tersebut, tetapi juga ditentukan oleh kualitas pelayanan dari pengecer. Sutisna (2001, h.84) menyebutkan bahwa citra toko pengecer yang ada di benak konsumen akan mempengaruhi citra merek. Sebagai contoh, servis yang baik dan garansi yang diberikan dapat memberikan kepuasan konsumen.
Menurut Beatty, Kahle dan Homer (1988) dalam Dharmmesta (1999, h.83) ketidakpuasan emosional konsumen dari pengalaman dengan produk dapat menyebabkan konsumen merasa tertarik untuk mencari merek lain diluar merek yang biasanya. Pencarian merek lain ini dapat dilakukan konsumen dengan mendapatkan informasi melalui media, dimana tujuan akhirnya adalah perilaku untuk berpindah merek (brand switching). Diduga bahwa meningkatnya kepuasan konsumen terhadap merek handphone yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya akan menurunkan tingkat pencarian media.
H5: Satisfaction berpengaruh negatif terhadap Media Search.
Konsumen dapat mendasarkan keputusan mereka pada proses cognitive dari pencarian informasi dan pertimbangan alternatif merek. Disisi lain, sedikit atau tidak adanya pencarian informasi dan pertimbangan hanya pada satu merek saja terjadi ketika konsumen dipuaskan dengan merek khusus dan pembelian yang konsisten (Assael, 1998, p.67). Hal ini memberi kesan bahwa tingkat kepuasan konsumen mempengaruhi banyaknya pencarian informasi dan banyaknya merek yang dipertimbangkan. Konsumen yang sudah merasa puas dengan merek handphone yang terakhir, lebih besar kemungkinannya bahwa mereka hanya akan mempertimbangkan kembali merek tersebut pada pembelian yang berikutnya. Sedangkan bila konsumen merasa belum puas atau tidak puas dengan merek handphonnya, mereka akan berusaha membandingkan beberapa alternatif merek untuk menemukan salah satu merek yang mungkin paling sesuai dengan harapannya. Sehingga diduga bahwa meningkatnya kepuasan konsumen terhadap merek handphone yang terakhir sebelum membeli merek yang sekarang dimiliki justru akan menurunkan jumlah merek lain yang dipertimbangkan. Mereka hanya akan mempertimbangkan salah satu merek yang sudah memuaskan.
H6: Satisfaction berpengaruh negatif terhadap Consideration-Set Size
Loyalitas merek konsumen disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terus menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk (Boulding, et al, 1993, p.8). Tingginya tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen terhadap merek yang dimilikinya dapat menyebabkan mereka loyal terhadap merek tersebut. Sehingga akan membeli merek yang sama pada pembelian berikutnya dan kecil kemungkinannya untuk beralih ke merek yang lain.
Pengambilan keputusan perpindahan merek yang dilakukan konsumen terjadi karena adanya ketidakpuasan yang diterima konsumen setelah melakukan pembelian. Ketidakpuasan muncul karena pengharapan konsumen tidak sama atau lebih tinggi dari kinerja yag diterimanya dari pemasar (Junaidi dan Dharmmesta, 2002, h. 94).
Kepuasan terjadi ketika harapan konsumen terpenuhi atau melebihi harapannya dan keputusan pembelian dipertahankan. Kepuasan dapat memperkuat sikap positif terhadap merek, berperan penting pada lebih besar kemungkinannya bahwa konsumen akan membeli kembali merek yang sama. Ketidakpuasan terjadi ketika harapan konsumen tidak terpenuhi, sehingga konsumen akan bersikap negatif terhadap suatu merek dan kecil kemungkinannya konsumen akan membeli lagi merek yang sama (Assael, 1998, p. 90). Sehingga diduga bahwa meningkatnya kepuasan konsumen terhadap merek handphone yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya akan menurunkan perilaku beralih ke merek yang lain.
H7: Satisfaction berpengaruh negatif terhadap Switching Behavior.
4. Media Search.
Konsumen dapat menggunakan beberapa sumber informasi dari lingkungannya. Assael (1998, p.246) mengkategorikan sumber informasi ke dalam dua dimensi, yaitu sumber informasi personal dan impersonal. Sumber informasi personal yang dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: petugas penjualan, pemasaran jarak jauh dan pameran dagang. Sumber informasi personal yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: komunikasi dari mulut ke mulut yang bersumber dari teman, keluarga dan lain-lain. Sumber informasi impersonal yang dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: iklan, tata letak toko, promosi penjualan dan pengemasan. Sumber informasi impersonal yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: berita dan editorial, sumber netral seperti majalah.
Beatty dan Smith (1987) dalam Sambandam dan Lord (1995) mengidentifikasi empat dimensi pencarian informasi berdasar sumber informasi, yaitu: media, retailer, interpersonal dan netral. Sumber netral dikombinasi dengan sumber media, karena sumber netral mengarahkan membaca tentang rating produk di majalah, sehingga dapat dipertimbangkan menjadi bagian dari sumber media. Sumber interpersonal tidak dimasukkan, karena pengaruhnya sulit diprediksi. Maka sumber informasi yang dimasukkan dalam model adalah: media dan retailer.
Menurut Kardes, et al. (1993, h. 65) konsumen akan lebih mungkin membentuk consideration set ketika menghadapi keputusan yang kompleks atau ketika sejumlah besar merek dicari kembali. Sebaliknya, akan lebih kecil kemungkinan konsumen untuk membentuk consideration set ketika keputusan yang kompleks rendah atau ketika hanya sejumlah kecil dari merek yang dicari kembali.
Untuk mengambil keputusan pembelian dalam beberapa situasi, konsumen melakukan pencarian informasi secara ekstensif dan kemudian memproses informasi sebagai bahan pertimbangan (Sutisna, 2001 hal.87), memberi kesan bahwa semakin luas pencarian informasi akan semakin banyak perolehan informasi yang dipertimbangkan. Sambandam dan Lord (1995); Purwani dan Dharmmesta (2002) menemukan bahwa Media Search berpengaruh signifikan positif terhadap Consideration-Set Size. Dalam penelitian ini, diduga bahwa semakin banyak pencarian informasi mengenai merek handphone terbaru melalui media akan berpengaruh positif terhadap banyaknya merek yang dipertimbangkan.
H8: Media Search berpengaruh positif terhadap Consideration-Set Size.
5. Consideration Set
Seperangkat pertimbangan (consideration set) dari alternatif pilihan merek adalah kumpulan sub dari semua kemungkinan merek yang dievaluasi konsumen secara serius ketika membuat keputusan pembelian, memasukkan merek yang sudah familiar dalam membangkitkan perangkat dan sebelumnya tidak tahu merek-merek ditemukan secara tidak sengaja atau karena pencarian yang disengaja (Peter & Olson, 1990 dalam Sambandam, 1995, p.57). Maka merek-merek yang mungkin dipertimbangkan adalah:
a.   Seperangkat merek familiar yang timbul dari ingatan.
b.  Merek yang ditemukan melaui pencarian yang disengaja
c.   Merek yang ditemukan secara tidak sengaja.
Nenungadi (1990, p.264), mendefinisikan consideration set sebagai kumpulan merek yang dibeli berdasarkan ingatan pada saat pemilihan secara teliti. Menurut Kardes (1993, p.63) consideration set ini terdiri dari kumpulan merek di dalam memori yang dicari kembali dengan cermat pada kondisi tertentu. Jadi consideration set size merupakan sekumpulan merek yang sebelumnya sudah diingat oleh konsumen dan ikut dipertimbangkan sebelum membeli merek tertentu.
Semakin banyak merek yang dipertimbangkan, konsumen akan kesulitan dalam memilih merek yang sesuai. Beberapa peneliti terdahulu (Barlyne, 1960; Driver & Steufert, 1965; Friske & Maddi, 1961; Hunt, 1963) dalam Menon & Kahn (1995, h. 286) menyebutkan bahwa dalam perilaku beralih, secara psikologis seseorang mungkin menggunakan pembuktian dari lingkungan eksternal untuk mencapai tingkat kepuasan terhadap rangsangan. Yang akan dilakukan konsumen untuk menyederhanakan proses pemecahan masalah dalam membeli merek handphone adalah mengunjungi retail, mencoba beberapa merek diinginkan atau bertanya kepada penjual untuk membandingkan alternatif merek. Sehingga mereka dapat lebih mudah menemukan merek yang dinilai baik oleh para retail.

CONSUMER SATISFACTION AND BRAND LOYALTY

Sri Nawangsari1
Budiman2
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma Depok
Jl. Margonda Raya No. 100 Depok 16424, Jawa Barat
1,2{snsari,budiman}@staff.gunadarma.ac.id
Abstract
This research is intended to measure the effect of consumer satisfaction on brand loyalty. Research instrument is a questionnaire. Consumer satisfaction is measured using product attributes, service-related attributes, and attributes associated with the purchase. Brand loyalty is measured through behavioral habits, switching cost, satisfaction, liking to the brand and commitment. The analysis was done using the concept of correlation and regression. The results revealed that consumer satisfaction significantly affect brand loyalty.
Key Words: satisfaction, brand loyalty, consumer behavior
INTRODUCTION
Modern society is characterized by high working activity and the opportunity to be able to work for anyone who has the competence without discrimination. These activities have an impact on the ba-nyaknya career working women or spend time outdoors, so that difficulties in performing activities as a housewife including the supply of food for the family. Family group with enough economy tend to choose foods outside the restaurant, besides taste delicious too much once offered a large menu and a nice atmosphere.
In line with the increase in customers, the restaurateur also have risen sharply. Even a common phenomenon since the crisis hit Indonesia is mushrooming restaurants, either permanent or in a tent. Increased consumer may not even comparable to the increase in the number and types of restaurants.
These conditions require the restaurateur to think about strategies to get and retain customers (Dekimpe et al, 1997; Chan et al, 2001).
Keep customers in touch with customer satisfaction. Kotler (2000) mentions satisfaction is feeling happy or disappointed someone who comes from the comparison between the impression of the performance (results) of a product with expectations. The dissatisfaction is a kind of step comparison between the results of the evaluation experience, can produce something that is comfortable spiritually, not just convenient because imagined or are supposed to. Satisfied or dissatisfied rupakan not his emotions but rather something the evaluation of emotions.
Research on consumers' satisfaction become a central topic in the world of market research and developing rapidly. The concept of thinking that will lead to greater customer satisfaction profit is that satisfied customers would be willing to pay more for the "product" is received and will be more tolerant of price increases. This course will improve its margins and customer loyalty to the company. Satisfied consumers will buy the "product" being sold by another company, as well as a "marketer" Effective Word of mouth through the air-a positive tone (Ganesh et al, 2000).
This can help increase your sales and credibility of the company, but keep in mind that in fact increase market share is not for her as evidenced by increased customer satisfaction, and even in many cases or cases that is precisely kebali it, the greater the market share a corporation instead consumers satisfaction decreases. Increased market share, at least to a certain extent, it can achieve economies of scale (usually companies achieve the most optimal titk). As a result, the company can provide "relatively cheap" on consumers who became one of the factors of satisfaction: but on the other hand, the increased number of consumers or the expansion segments can lead to tu-runnya justified, service quality rikan. This concept is crucial for companies engaged in the services sector.
Customer satisfaction can also generate customer loyalty. Loya-litas consumers can generally be defined as loyalty to a person on a product, either goods or services. Consumer loyalty is a manifestation and continuation of customer satisfaction in using the facilities and services provided by the company, as well as to remain a customer of the company too call. Loyalty is evidence that consumers always be consumers, who have the power and the company's positive attitude.
Consumer loyalty to a particular brand of product or service depends on several factors, namely the size of the desire to move to a brand of goods or services of another, to the same time the quality, or the quality of service of this type of substitute goods or services, the risk of changes in costs due to substitute goods or services, and air change that level of satisfaction derived from the brand new compared to the previous experience of the brand ever used.
Consumers in meeting the needs and desires, will buy the product with the brand. If the selected brand that consumers can satisfy their needs and desires, then the consumer will have a memory that in the brand. In these circumstances the consumer loyalty will begin to emerge and flourish.
And in a subsequent purchase, consumers will choose the product with the brand that has given him satisfaction, resulting in a repetitive purchase of the brand.

METHODS
Type of research is descriptive and conclusive research, which aims to describe the attributes of customer satisfaction and loyalty to the brand, then dica-ri causal relationship between consumer satisfaction with loyalty to the brand.
Variables Research and Development
The research variables are customer satisfaction and brand loyalty. The attributes of customer satisfaction universally by Dutka (1994) is the product attributes, attributes that are associated with the service, and the attributes associated with the purchase. Product attributes include price-value relationships, product quality, product benefits, product characteristics, product design, consistency and reliability, and a long-kauan products / services.
The price-value relationship is a central factor in determining consumer decision-asan. If the value gleaned beyond what consumers paid on-yar, it is an important basis for decision-asan consumers have been created. Product quality is the rating of the quality of a product. The benefits of a product that can benefit the consumer in using a product produced by a company and then can be used as the basis of positioning that differentiates the company from other companies.
Product characteristics are certain traits possessed by a product that is different from the products offered by competitors. Product design is a process to design the style and function of exciting and worthwhile. Reliability and consistency of the product is the accuracy and reliability of the products produced by the peru-sahaan a period of time and demonstrate delivery of the product at a particular performance level. The range of products / services is a kind of product / service la-ministry offered by the company.
Attributes related services include assurance or warranty, delivery, handling complaints, and problem resolution. Guarantees given by the company for the product can be returned if the performance of the product is unsatisfactory. Penghan the plains is the speed and accuracy of the process of delivering products and services that the company provides to the con-sumennya. Consumers of complaint handling should be done with the response by the management company. Completion trouble is serious and the company's ability to solve the problems faced by consumers.
Attributes associated with the purchase include courtesy, concern, consideration, friendliness of the employee in serving customers; communication, which is the process of pe-nyampaian information by employees of the company to its customers; easy to obtain knowledge about the product of peru- sahaan; reputation of the company to influence the views of the consumers of the company that will reduce uncertainty and risk in purchasing decisions, and the ability of a company to realize a request made by the consumer in providing services.
According Tjiptono (1997), a technique for the measurement of customer satisfaction measurement can be used directly with a question or a statement about how much expecting certain attributes of how much perceived.
Respondents assess the correspondence between what yangdiharapkan and what is obtained from the service of the company. Loyalty is measured against his brand through the wisdom of behavioral despair, switching costs, satisfaction, and commitment.
Population, Sample and Questionnaire Development
This study population is the whole restaurant consumers who live in Depok. Questionnaires distributed to visitors of one fast food restaurant located at Jalan Margonda Kingdom Depok. Random selection of respondents and the amount is determined based on the concept of moderation. Questionnaires were developed based on the attributes of decision-asan consumer and customer loyalty in the form of closed questions. Scale is a measurement performed Likert scale (measured in a 5 point scale from 1 = strongly disagree, 2 = disagree, 3 = neutral, 4 = agree, 5 = strongly agree.

RESULTS AND DISCUSSION

Description Customer Satisfaction
The questionnaire distributed to 100 respondents succeeded in one of the restaurants. Indicators of consumer satisfaction consists of price, quality, reliability, security, the speed, willingness, ability, keso-storage services, delivery, ease, reputa-si, and demand. Brand loyalty was measured using behavioral attributes of regular switching cost, likes me rek, and commitment. Test models of the effect of customer satisfaction on brand loyalty can be seen in Table 1. Significant test of 0000. Significance value is much smaller in comparison real level test (α) 0.05 and even 0.01. These results indicate that the model influence customer satisfaction with loyalty to them is acceptable.
The coefficient of determination (R2) a large 52.03%, which means the ability of the consumer decision-asan in explaining ape-Gaman of brand loyalty in the model by 52.03%. This contribution is quite large. Other factors, in addition to customer satisfaction can influence brand loyalty by 47.97%.
Output of multiple regression analysis in order to see the effect of customer satisfaction on brand loyalty can be seen in Table 2. Va-independent riabel are consumers of satisfaction, which consists of product attributes (X1), the attributes associated with the service of (X2), and the attributes associated with the purchase (X3). The dependent variable is the loyalty to the brand (Y).
Tabel 1. Analisis Ragam Sumber
Jumlah kuadrat
db
Kuadrat tengah
F
Sig.
Regression
15.824
3
5.275
34.704
.000
Residual
14.588
96
0.152
Total
30.411
99








Tabel 2. Data Model Regresi dan Uji Koefisien Regresi Model Y
Koefisien tdk standar B
Std.error
Koefisien standar Beta
t
Sig.
(Constant)
.733
.129
5.690
.000
X1
.207
.053
.302
3.902
.000
X2
.263
.056
.370
4.664
.000
X3
.265
.048
.375
5.473
.000










The coefficient for 0207 product attributes, the attributes associated with the service of 0263, and the attributes associated with the purchase of 0265. Regression model the effect of customer satisfaction on brand loyalty shown Equation (1).
Attributes associated with the service affects brand loyalty is significantly and positively. Each of the Rev a 1 unit attributes are associated with the service, can increase brand loyalty for 0263. Management thus per-lu watch service reliability, ja-dominant service delivery, speed of service, willingness to answer questions and complaints, the ability to serve well, courtesy of employees, and the pe-nyampaian infromasi order, convenience, and reputation.
Y = .733 + .207 X1 + .263 X2 + .265 X3 (1)
Attributes associated with purchasing influence brand loyalty is also positive and significant. Any increase atriut associated with the purchase of the 91 units, will increase brand loyalty for 0265. These results are consistent with previous theory (Reichheld and Sasser, 1990; Reichheld, 1993; Sheth and Parvatiyar, 1995; Bearden and Teel, 1983; LaBarbera and Mazursky, 1983; Kasper, 1988; Bloemer and Lemmink, 1992, Cronin and Taylor, 1992 ; Fornell, 1992; Oliva, et al, 1992; Anderson and Sullivan, 1993; Bloemer and Kasper, 1993, 1995; Boulding, et al, 1993; Oliver, 1999).
Constant values
​​for 0733, meaning that every unit increase in other factors (other than customer satisfaction) will increase their loyalty towards for 0733. The increase in other factors, such as business performance (Reichheld and Sasser, 1990; Reichheld, 1993; Sheth and Parvatiyar, 1995), switching costs (Bearden and Teel, 1983; LaBarbera and Mazursky, 1983; Kasper, 1988; Bloemer and Lemmink, 1992; Cronin and Taylor, 1992; Fornell, 1992; Oliva, Oliver, MacMillan, 1992, Anderson and Sullivan, 1993; Bloemer and Kasper, 1993, 1995; Boulding, Kalra, Staelin, Zeithaml, 1993; Oliver, 1999).
Regression coefficient for 0207 product attributes, meaning loyal unit increase in use within the management bias do on these attributes, brand loyalty will increase by 0207. These results are consistent with previous studies showing the effect of quality on brand loyalty (Reichheld and Sasser, 1990; Reichheld, 1993; Sheth and Parvatiyar, 1995; Bearden and Teel, 1983; LaBarbera and Mazursky, 1983; Kasper, 1988; Bloemer and Lemmink , 1992; Cronin and Taylor, 1992; Fornell, 1992; Oliva, et al., 1992, Anderson and Sullivan, 1993; Bloemer and Kasper, 1993, 1995; Boulding, et al, 1993; Oliver, 1999).
Brand loyalty is formed through a process of learning, which is a process by which consumers through his experiences trying to find the most appropriate brand for him, in the sense of the product of the brand can give satisfaction to the expectations and needs. Consumers are continuously trying different brands before finding a brand that really fits. Customer satisfaction will remain a very important part in brand loyalty. Brand loyalty is usually me ngakibatkan repeat purchases and purchase recommendation. If consumers are satisfied with the performance of a brand that will continue to buy the brand, using it even tells the other people of the advantages these brand consumers of experience in using the brand.
If consumers are satisfied with a certain brand and often buy the product, it can be said the level of brand loyalty is high, otherwise if consumers are not too satisfied with a particular brand and tend to buy branded products with varying the level of brand loyalty against lower. Satisfaction of consumers needs to be maintained and improved in order to create and maintain brand loyalty. When consumers get satisfaction from the buyer for a product then it will create a positive attitude toward the brand so that consumers will make a purchase.
Loyalty can be achieved in two stages, the company must have the ability to give satisfaction to the customers so that customers have a positive experience, then re-prioritized the purchase prior sale. Second, peru-sahaan must have a way to maintain relationships with customers further by doing a forced loyalty strategies for customers to make purchases again (Kotler 2001).
CONCLUSION
The results of this study conclude that: (1) satisfaction of consumers of the product described by attributes, the attributes of the service, and with the purchase attributes berhubugnan to affect brand loyalty is strong, (2) customer satisfaction for some attributes still have variations high grading, and (3) there is the influence of the significant positive association between customer satisfaction with loyalty to the brand.
REFERENCES
Anderson, E.W. and Sullivan, M. 1993 “The antecedents and consequences of consumer satisfaction for firms” Marketing Science vol 12 Spring pp 125-43.
Bearden, W.O. and Teel, J.E. 1983 “Selected determinants of consumer satisfaction and complaint reports” Journal of Marketing Research vol 20 February pp 21-8.
Bloemer, J.M. and Kasper, H. 1993 “Brand loyalty and brand satisfaction: the case of buying audio cassettes anew in The Netherlands” in Proceeding of the 22nd European AcademyConference Barcelona.
Bloemer, J.M. and Kasper, H. 1995 “The complex relationship between consumer satisfaction and brand loyalty” Journal of Economic Psychology vol 16 pp 11-29.
Bloemer, J.M. and Lemmink, J.G. 1992 “The importance of customer satisfaction in explaining brand and dealer loyalty” Journal of Marketing Management vol 8 pp 351-64.
Boulding, W., Kalra, A., Staelin, R. and Zeithaml, V.A. 1993 “A dynamic process model of service quality: from expectations to behavioral intentions” Journal of Marketing Research vol 30 February pp 7-27.
Chan, M., Lau, L., Lui, T., Ng, S., Tam, E. and Tong, E. 2001 “Final report: customer relationship management” Customer Relationship Management Consortium Study Asian Benchmarking Clearing House Hongkong.
Chaudhuri, A. and Holbrook, M.B. 2001 “The chain effects from brand trust and brand affect to brand performance: the role of brand loyalty” Journal of Marketing vol 65 April pp. 31-93.
Cody, K. and Hope, B. 1999 “EX-SERVQUAL: an instrument to measure service quality of extranets” Proceedings of the 10th Australasian Conference on Information Systems Wellington 1-3 December pp 207. Cronin, J.J. Jr and Taylor, S.A. 1992 “Measuring service quality: a reexamination and extension” Journal of Marketing vol 56 pp 55-68.
Dekimpe, M.G., Steenkamp, J.-B.E.M., Mellens, M. and Abeele, P.V. 1997 “Decline and variability in brand loyalty” International Journal of Research in Marketing vol 14 pp 405-20.
Dutka, A. 1994 AMA Hand Book for Customer Satisfaction NTC Business Book Lincolnwood Illinois.
Fandy, T. 1997 Total Quality Service Gramedia Yogyakarta.
Fornell, C. 1992 “National satisfaction barometer: the Swedish experience” Journal of Marketing vol 56 January pp 6-21.
Ganesh, J., Arnold, M.J. and Reynolds, K.E. 2000 “Understanding the customer base of serviceproviders: an examination of the differences between switchers and stayers” Journal of Marketing vol 64 pp 65-87.
Hair, J. 1998 Multivarite Analysis with Reading Prentice Hall New York.
Kasper, J.D. 1988 “On problem perception, dissatisfaction and brand loyalty” Journal of Economic Psychology vol 9 pp 387-97.
Kotler, P. 2000 Marketing Management :Analysis, Planing, Implementation and Control Prentice Hall Int Inc Millenium Edition, Englewood Cliffs New Jersey.
Kotler, P., and Gary, A. 2001 Principles of Marketing Prentice Hall Int Inc ninth Edition Englewood Cliffs New Jersey.
LaBarbera, P.A. and Mazursky, D. 1983 “A longitudinal assesment of consumer satisfaction/dissatisfaction” Journal of Marketing Research vol 20 November pp 393-404.
Oliver, R. L. 1999 “Whence Consumer Loyality?” Journal of Marketing vol 63.
Oliva, T.A., Oliver, R.L. and MacMillan, I.C. 1992 “A catastrophe model for developing services satisfaction strategies” Journal of Marketing vol 56 July pp 83-95.
Oliver, R.L. 1999 “Whence consumer loyalty?” Journal of Marketing vol 63 October pp 33-44.
Reichheld, F. 1993 “Loyalty-based management” Harvard Business Review March-April pp 64-73.
Reichheld, F. and Sasser, W.E. 1990 “Zero defections: quality comes to service”, Harvard Business Review September-October pp 105-11.
Sheth, J. and Parvatiyar, A. 1995 “Relationship marketing in consumer markets: antecedents and consequences” Journal of the Academy of Marketing Science vol 23 no 4 pp 255-71.
Zeithml, V.A., Parasuraman and Leonard, L.B. 1990 Delivering Quality Service: Balancing Customer Perception and Expactation The Free Press New York
.
Review
Modern society is characterized by high working activity and the opportunity to be able to work for anyone who has the competence without discrimination. These activities have an impact on the ba-nyaknya career working women or spend time outdoors, so that difficulties in performing activities as a housewife including the supply of food for the family. Family group with enough economy tend to choose foods outside the restaurant, besides taste delicious too much once offered a large menu and a nice atmosphere.
In line with the increase in customers, the restaurateur also have risen sharply. Even a common phenomenon since the crisis hit Indonesia is mushrooming restaurants, either permanent or in a tent. Increased consumer may not even comparable to the increase in the number and types of restaurants.
The results of this study conclude that: (1) satisfaction of consumers of the product described by attributes, the attributes of the service, and with the purchase attributes berhubugnan to affect brand loyalty is strong, (2) customer satisfaction for some attributes still have variations high grading, and (3) there is the influence of the significant positive association between customer satisfaction with loyalty to the brand.